Memilih PC Untuk Anak

pi4

Dampak Covid19 memang luarbiasa. Dari semua dampaknya yang sebagian besar buruk, Covid19 tak disangka ternyata juga membawa dampak positif.  Salah satu dampak positifnya adalah pada proses Digitalisasi, baik untuk industri maupun perseorangan. Sampai ada candaan di dunia IT bahwa sekarang ini faktor utama pendorong digitalisasi di industri adalah Covid19.  Karena memang hampir semua organisasi/perusahaan sekarang dituntut untuk bisa menggunakan platform digital untuk mendukung mayoritas karyawannya yang harus bekerja dari rumah (WFH).

Pada skala perseorangan, tidak diragukan lagi Covid19 dan WFH membuat orang-orang semakin melek teknologi digital.  Termasuk anak-anak kita, sekolah dari rumah menuntut penggunaan platform digital yang lebih luas. Yang biasanya telepon pintar sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan misalnya sekedar browsing dan menonton Youtube, sekarang komputer pribadi (PC) menjadi sarana pendukung yang penting untuk pembelajaran anak.

Saya pribadi sebenarnya sudah sejak beberapa waktu yang lalu ingin merakitkan PC untuk anak yang sudah menginjak kelas 6 SD, sekalian proses mengenalkan teknologi ke anak.

Merakit PC sebenarnya tidak susah, yang lebih menyita pikiran adalah memilih spesifikasi yang sesuai dengan kriteria.  Kriteria awal yang saya targetkan adalah :

  1. Dana moderat (spesifikasi low to mid-end )
  2. Ukuran ringkas.  Mini ITX sebenarnya adalah target awal saya, tapi setelah coba dibuat daftar komponennya kok ternyata jatuhnya mahal dan setelah mencoba mencari komponen bekas ternyata susah untuk dapat lengkap.
  3. Hemat energi
  4. Tidak ‘raise a flag’ ketika diaudit ibu Menkeu :)
  5. Multifungsi. Bisa digunakan untuk semua anggota keluarga untuk berbagai kebutuhan (termasuk di dalamnya  gaming dan kebutuhan pekerjaan saya seperti simulation dan homelab) dan bahkan untuk homeserver.  

Kriteria yang terakhir di atas membuat spesifikasi CPU dan Memory membengkak, karena kebutuhan homelab saya yang menuntut menjalankan virtualisasi dari berbagai macam sistem operasi dan perangkat lunak (misal cloud software dan berbagai model NOS, network operating system).  Melihat rekan satu kantor yang menghabiskan lebih dari 30 juta untuk homelab PC nya membuat saya berpikir ulang untuk merakit spek PC yang tinggi (CPU & memory standar server), kriteria 5.  Belum lagi PC spek tinggi ini juga membutuhkan power (spek PSU) yang tinggi juga yang artinya tidak memenuhi kriteria 3.  Boros energi jika harus menyalakan PC dengan 500W PSU saat anak hanya sekedar perlu meringkas video pembelajaran dari Youtube.

Saya kemudian ingat.. tampaknya konsep pendekatan big.LITTLE nya ARM bisa dipakai nih.   Untuk kebutuhan ringan tetapi frekuensinya sering bisa menggunakan PC dengan spek kecil, dan untuk kebutuhan yang lebih berat atau khusus tetapi jarang bisa menggunakan PC dengan spek yang lebih besar.  Berikut kriteria pemilihannya berdasarkan fungsi yang saya targetkan:

LITTLE PC 

  1. Home-server (Internet filtering via dns sinkhole, monitoring). Membuat perangkat ini harus always-on, 24/7.
  2. Kebutuhan ringan: browsing, entertainment
  3. Pembelajaran: sarana anak belajar teknologi (misal programming)  dan juga sarana saya ngoprek. k8s anyone ? 

Pilihan saya jatuh ke Raspberry Pi 4B 4GB.  Tampaknya kalau melihat biaya per fungsi yang dijalankan tidak ada yang mengalahkan pilihan ini.  Harga murah, ukuran sangat ringkas, menjalankan Linux dan hemat energi!.  Pi4 ini kira-kira2 membutuhkan 6W ketika beroperasi maksimal (memang jauh lebih boros dibanding Pi3, tetapi masih oke).  Dengan tarif PLN kira-kira Rp 1000 per kwh, maka untuk mengoperasikan Pi4 ini selama setahun penuh saya hanya butuh mengeluarkan: 24x6x365 ~ 50 ribuan rupiah !!!

big PC: Kebutuhan khusus (misal: software Microsoft Office dan gaming)

Sebenarnya di rumah sudah ada Surface Pro milik istri, tapi suka rebutan pakainya dan Surface Pro ini gampang overheat.  Akhirnya pilihan saya jatuh ke PC built-up bekas: Dell seri Optiplex (saya ambil yang 9020, i5 4590) dan ukuran SFF (small form factor) .  Pertimbangan utama adalah kualitas bagus dan rapi (dibanding rakitan custom), sudah ada sistem operasi MS Windows dan Office bawaan (legal) dan tentu saja harganya terjangkau.  Salah satu tradeoff  memilih model SFF ini adalah ketika ingin upgrade GPU untuk memainkan game AAA harus menggunakan model yang low-profile yang ternyata harganya lumayan lebih mahal dari yang biasa (misal GTX1050 LP bekas ternyata masih diatas 2 juta itupun susah ditemui yang jual Indonesia).

Pengeluaran: 

Pi 4 + kelengkapan (Charger 5V 3A, casing, heatsink, kipas) ~ Rp 950.000

Dell Optiplex 9020 SFF bekas + RAM upgrade 16GB ~ Rp 2.100.000

KVM switch, agar bisa menggunakan 1 keyboard, mouse dan monitor untuk 2 PC tersebut ~ Rp 60.000 .

Karena membutuhkan audio & video dari 2 PC tersebut, maka VGA port di KVM tidak dipakai melainkan via tombol monitor dengan menghubungkan port HDMI (Pi4) dan DP (Dell PC) ke monitor yang bisa membawa audio & video sekaligus.  Speaker disambungkan ke audio out dari monitor.  Untuk speaker, speaker bekas saya kuliah dulu ternyata masih bisa dipakai :).

Kalau dihitung total masih di sekitaran 3 juta rupiah (diluar Monitor).  Coba dipakai untuk merakit PC sendiri, mana bisa memenuhi kriteria diatas…

Software yang terpasang sementara ini:

Pi4: Pi OS Desktop + software rekomendasi,  Pi-hole (dns sinkhole), Docker (platform untuk aplikasi dalam bentuk container), Retropie (untuk memainkan game retro).  Next: mau dijadikan k8s cluster kalau ada waktu.   Menyala 24 jam sehari :)

Dell: Windows 10 + Office

Bersambung ke Bagian ke-2